Kerajinan Kayu dari Bada Poso Valley
Masih berjalan setahun, jadi menurutnya masih ada yang mempelajari selera pasar. Omzetn tidak bisa diperhitungkan. Sementara itu,
Produksi dalam sebulan masih sekitar 20 item tergantung dari momen dan urutan percobaan. Berjalan-jalanlah ke Lembah Bada, Poso
Distrik, membawa Effan Adhiwira (34) beserta pasangannya Novieta Tourisia (28) untuk mempromosikan warisan budaya. Kulit
Dicampur dengan batang semak limbi menghasilkan warna kemerahan menjadi variasi warna. Kuning dicampur dengan kunyit, dicampur biru
tanaman nila Warna kecoklatan dari kulit pohon dari kulit pohon banyan dan putih. Barang Fuyu dijual mulai dari biaya
sekitar Rp100 ribu. Sejauh ini, penjualan telah diciptakan melalui pameran dan internet yang diikuti. Sebagai master, menurut Effan
Bersama dengan kain kulit kayu ini hanya digunakan sebagai upacara adat agar kain ini bisa dibuat. Mereka juga bertanya kepada penduduk asli.
"Istri saya yang aktif di sana bertanya kepada masyarakat mengapa bisbol diproduksi lebih inovatif, mereka menganggap enggak tidak ada iklannya
nilai, tidak keren, "katanya. Dia mengungkapkan setelah memahami potensinya, tidak hanya ibu yang antusias membuat kulit kayu
Kain, bagaimanapun, orang muda ikut membuat kain kulit kayu. Kain kulit kayu di tangan Effan yang sejuk dan pasangannya dibuat
berbagai bentuk seperti tas tangan, tas laptop, dompet. Baru pada 2016 Effan secara resmi mengeluarkan barang dagangan dari kain kulit bongkah Fuyu,
yang dalam terminologi Sulawesi berarti kulit kayu. Setelah itu mereka membawa hasilnya ke Poso untuk didemonstrasikan. "Pada tahun 2013 kami bertemu dengan
pengrajin kayu di Lembah Bada untuk pertama kalinya, di mana kami bertemu dengan ibu-ibu setempat yang membuat kain, "ceritanya diceritakan
VIVA.co.id, belum lama ini. Mereka kemudian meminta izin agar kain kayu itu diproses berharga. Keduanya mengirimkan materi ke Bali
dan disainnya dibantu oleh rekan-rekannya hingga cita rasa kontemporer.Baca juga: map raport
Tidak ada komentar:
Posting Komentar